RUANG KATEKESE

November 26, 2024
RUANG KATEKESE

HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS
RAJA SEMESTA ALAM

Paus Pius XI menjelaskan bahwa untuk mendapatkan kedamaian sejati, manusia harus mencari kedamaian Kristus dalam Kerajaan Kristus. (QP 1) Kerajaan Kristus melampaui seluruh dunia namun tidak berasal dari dunia.
Kerajaan Kristus ini tidak dapat dimasuki selain melalui pertobatan, iman dan baptisan. Kerajaan Kristus di dunia, sebagaimana Paus Pius XI katakan, adalah Gereja Katolik yang ditakdirkan untuk menyebar di antara semua manusia dan segala bangsa. Di Kerajaan Kristus di dunia ini, Gereja Katolik, Sang Kristus disembah dan dihormati sebagai Raja dan Tuhan, sebagai Raja segala raja, dalam Liturgi Suci Gereja. Legem credendi lex statuit supplicandi, aturan iman (rule of faith) ditunjukkan oleh hukum peribadatan kita. (QP 12). Dengan menetapkan Hari Raya Kristus, Paus Pius XI tidak hanya menegaskan kembali kedaulatan Kristus, namun Paus hendak menunjukkan kekuatan unik dari Liturgi Suci.

Liturgi Suci berikut hukum-hukumnya adalah hukum peribadatan ilahi yang menyatakan iman kita. Paus Pius XI menunjukkan bahwa Liturgi Suci dapat menjadi solusi atas problem sekularisasi bukan hanya dalam konteks spiritual semata, namun dalam konteks praktis juga. Paus Pius XI melihat penetapan Hari Raya Kristus Raja sebagai cara yang efektif untuk mewartakan martabat rajawi Yesus Kristus. Demikian kata Paus Pius XI, “Karena umat diajarkan dalam kebenaran-kebenaran iman dan dibawa untuk menghargai sukacita-sukacita agama jauh lebih efektif dengan perayaan tahun misteri-misteri suci kita daripada pengumuman resmi ajaran Gereja. Pengumuman tersebut biasanya hanya menjangkau sedikit orang dan orang yang lebih pintar saja di antara umat beriman; Pesta-pesta Liturgi menjangkau umat semua, pengumaman berbicara sekali, Pesta-pesta Liturgi berbicara setiap faktanya, selama-lamanya.” (QP 21).

Di sinilah, kita dapat melihat pesan yang menarik bahwa ketaatan dalam Liturgi Suci menunjukan ketaatan terhadap Kristus Sang Raja sebab Liturgi Suci mengungkap aturan iman yang otentik kepada Kristus Sang Raja. Oleh karena itu, perlulah kita menghindari mengimprovisasi/mengkreatifkan/mengutak-atik Liturgi Suci sesuai
keinginan imam, umat, kelompok kategorial dsb karena dengan
demikian kita sedang mengubah aturan iman kita. Jangan sampai kita
menjadi “raja” dalam Liturgi Suci dengan keinginan kita untuk
menyesuaikan Liturgi Suci kepada diri kita atau komunitas kita.

Serba-serbi Kalender Liturgi, Kapan Dimulai?

Kalender Liturgi Katolik dimulai pada hari Minggu pertama dalam Adven, yang merupakan hari Minggu keempat sebelum Natal. Sampai tahun 1969, setelah Adven dan Natal, diikuti dengan Epifani, Prapaskah, Paskah, Kenaikan, dan Pentakosta. Hari pertama Prapaskah adalah Rabu Abu, menjadi hari ke-40 (tidak termasuk hari Minggu) sebelum Paskah.
Fitur terpenting dari kalender baru adalah pemulihan semua hari Minggu sebagai hari raya Kristus. Tidak ada hari-hari suci, bahkan Hari Perawan Maria, yang statusnya didahulukan dari hari Minggu. Peraturan mengenai hari-hari suci/khusus dalam Kalender Liturgi diatur oleh Kongregasi untuk Ibadah Ilahi. Perayaan-perayaan tertentu, selain semua hari Minggu, ditetapkan sebagai “hari-hari suci waji, di mana setiap umat beriman didorong untuk wajib menghadiri misa. Hari-hari Raya yang mewajibkan umat menghadiri Misa di antarnaya, Hari Natal (25 Desember), Pesta St. Mary (Tahun Baru), Hari Raya Kenaikan, Kenaikan Santa Perawan Maria (15 Agustus), Hari Semua Orang Kudus (1 November), dan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (8 Desember).

Sejarah
Gereja Katolik membedakan hari dan musim tertentu setiap tahun, untuk mengenang dan merayakan berbagai peristiwa dalam kehidupan Kristus. Dalam Ritus Romawi, Tahun Liturgi dimulai dengan Masa Adven. Masa ini merupakan waktu persiapan untuk Perayaan Kelahiran Yesus (Natal) dan kedatangan-Nya yang kedua pada akhir zaman. Dimulai 4 Minggu sebelum Natal, Masa Adven berlangsung hingga Malam Natal pada 24 Desember. Menjelang Paskah, umat Katolik masuk Masa Prapaskah. Masa ini adalah periode pemurnian dan penebusan dosa yang dimulai pada Rabu Abu dan berakhir pada Kamis Putih, pada Perjamuan Kudus menandai dimulainya Triduum Paskah (Tri Hari Suci), yang meliputi Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Paskah. Selanjutnya, Tahun Liturgi memasuki Masa Paskah yang
berlangsung tujuh minggu. Puncak dari Masa Paskah adalah Pentakosta, pesta terakhir ini mengingatkan turunnya Roh Kudus atas murid-murid Yesus. Di luar masa itu, ada Minggu Biasa yang ditandai dengan warna liturgi hijau. Setiap hari Minggu pada masa biasa ini dalam Liturgi memiliki tingkatan yang sama dengan Hari Raya. Disamping beberapa tingkatan perayaan yang silih berganti mewarnai Tahun Liturgi.

Tiga Tahun

Gereja Katolik juga mengenal tiga Tahun Liturgi yang biasa diidentifikasi sebagai Tahun A, Tahun B, dan Tahun C. Pembedaan ini ditentukan berdasar bagian Injil yang dibacakan sepanjang tahun ; Tahun A (Injil Matius), Tahun B (Markus), dan Tahun C (Lukas). Sedangkan Injil Yohanes tersebar di keseluruhan tahun ini. Ketiga tahun ini dijalankan silig berganti. Sebagai cara identfikasi, apabila tahun berjalan dibagi 3 dan menyisakan bilangan 1 maka itu adalah Tahun A, Tahun B sisa 2 dan Tahun C tidak ada sisa. Sebagai contoh, tahun 2022 ketika dibagi 3 adalah 674 dan tidak ada sisa. Ini berarti tahun 2022 adalah Tahun C. (Sumber: Pena katolik.com).

Leave a Reply


8 + 4 =