Gereja Katolik bergerak bersama hadapi tantangan keluarga
13/11/2015
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) IV yang berakhir pekan lalu sepakat melakukan suatu gerak bersama untuk membantu keluarga-keluarga Katolik dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan berkeluarga.
Dilaksanakan pada 2-6 November di Cimacan, Bogor, Jawa Barat, SAGKI IV diikuti oleh 569 peserta termasuk uskup, imam, biarawan, biarawati dan perwakilan umat dari 37 keuskupan serta perwakilan keuskupan militer dan kelompok kategorial. Temanya adalah “Keluarga Katolik: Sukacita Injil; Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Indonesia yang Majemuk.”
“Dari pertemuan itu, kita mau mengadakan gerak bersama dalam menghadapi tantangan-tantangan keluarga saat ini. Bagaimana menunjukkan wajah Allah yang berbelas kasih dan penuh kerahiman sehingga di tengah-tengah perjuangan dan tantangan keluarga, Gereja tetap bisa menjadi ibu dan guru yang memberi pengharapan kepada dunia,” kata Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC, sekretaris jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), saat konferensi pers yang digelar di Gedung KWI di Jakarta, Kamis (12/11).
Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC, sekretaris jenderal Konferensi Waligereja Indonesia. (Foto: Katharina R. Lestari)
“Pada prinsipnya, kita mau bergerak bersama dengan melakukan pendekatan personal dan bukan pendekatan legal. Sejak pendampingan pada persiapan perkawinan sampai dengan pasca-pernikahan, termasuk dengan pendampingan keluarga-keluarga bermasalah,” lanjutnya.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, yang juga menjabat sebagai ketua presidium KWI, menjelaskan tentang peran konkret dari seksi kerasulan keluarga yang ada di setiap paroki.
“Seksi-seksi itulah yang berperan konkret. Misalnya ada umat Katolik yang pernikahannya tidak sah secara Katolik. Dalam kunjungan keluarga akan ketahuan siapa yang pernikahannya belum sah. Seksi kerasulan keluarga inilah yang mencoba membantu menyelesaikan soal itu,” katanya.
Dalam pernyataan yang dibagikan kepada jurnalis saat konferensi pers, KWI juga menekankan pentingnya pendampingan keluarga yang kontinyu.
“Gereja selaku penanggungjawab pastoral keluarga perlu membaharui pastoral pendampingan keluarga agar keluarga-keluarga semakin merasakan kasih dan kehadiran yang nyata yang dirasakan oleh mereka,” kata para uskup.
Menurut mereka, spirit yang dikembangkan dalam pelayanan tersebut adalah “kemurahan hati dan belarasa khususnya terhadap keluarga-keluarga yang mengalami tantangan hidup yang tidak mudah, misalnya keluarga migran, single parent, keluarga yang mengalami kemiskinan sosial-ekonomi, dan sebagainya.”
Terkait isu pekerja migran, Uskup Agung Suharyo mengakui bahwa masalah tersebut sangat konkret.
“Sampai sekarang yang diketahui sebagai data, paling banyak pekerja migran itu datang dari Flores, lewat Tanjung Selor, Nunukan, masuk ke Sabah. Maka salah satu langkah yang diambil adalah uskup Larantuka bekerjasama dengan uskup Tanjung Selor dan bertemu dengan uskup yang ada di Sabah supaya mereka membicarakan bersama-sama bagaimana membantu migran-migran ilegal supaya entah menjadi legal, entah nanti pulang, entah bagaimana. Hal-hal seperti itu,” kata prelatus itu.
Katharina R. Lestari, Jakarta
Sumber : indonesia.ucanews.com