Nama Lengkap : RD. Ignatius Sukari
Tempat/Tanggal lahir : Kumpulsari, 9 Juni 1988
Baptis : Kumpulsari, 23 Juli 1988
Krisma : Gereja Santo Petrus Sukaraja, Paroki Trinitas Bangunsari, 5 Juni 2004.
Nama Ayah : Paulus Karlin
Nama Ibu : Theresia Parmiati
Nama Adik : Robertus Krisyono & Matius Junianto
Pendidikan :
- (1996-2002) SDN 2 Sukaraja-Dalam, Buay Madang OKUTimur
- (2002-2008) SMP-SMAPangudi Luhur Sukaraja Dalam, Buay Madang OKU Timur
- (2008-2009) Seminari Menengah Santo Paulus Palembang
- (2009-2010) TOR Santo Markus
- (2010-2017) Seminari Tinggi Santo Petrus Pematangsiantar
- (2010-2014) Study Filsafat di STFT Santo Yohanes
- (2014-2015) TOP di St. Mikael Tanjungsakti
- (2015-2017) Study Theology di STFT Santo Yohanes
Sekilas kisah panggilan
Seseorang pernah menulis demikian:
“Hidup kita masing-masing mempunyai tujuan. Kita diciptakan untuk menggapai tujuan itu, dan dengan demikian ikut serta dalam rencana ilahi yang lebih agung daripada yang dapat kita bayangkan. Sesungguhnya, tujuan itu menggebu-gebu dalam lubuk hati, dan mendesak untuk dipenuhi.” (Quentin Harenewert)
Tujuan menjadi pastor (imam) saya alami dari keinginan masa kecil. Saat kecil saya kagum dengan sosok dan pesona imam dan calon imam. Para seminaris yang pulang liburan tampak cerah, segar, rapi dan ceria. Juga imam yang setiap dua kali satu bulan merayakan ekaristi di stasi, tampak mempesona, pribadinya ramah penuh sapa dan tawa, dan disayangi umat. Keinginan itu membawa saya melangkah lebih jauh untuk mencapainya.
Selama berjalan menapaki asa cita suci ini, saya berkeyakinan bahwa menjadi imam merupakan panggilan yang luhur dan mulia. Betapa tidak? Imam menjadi jembatan bagi Tuhan kepada manusia dan manusia kepada Tuhan. Imam menjadi Pewarta (Nabi), Guru (imam), dan Pemimpin (Raja). Imam juga penyalur rahmat dan berkat.
Memang tidak mudah bagi saya dalam berusaha menapaki asa cita suci ini. Setelah berada di seminari, bertemu dengan imam setiap hari, saya semakin memahami bahwa menjadi imam tidak mengubah seseorang menjadi sempurna seketika. Imam-imam pun tetap selalu dalam perjuangan untuk setia dan membina kepribadian. Terkadang saya menjadi khawatir, “mampukah saya, bisakah saya, dengan segala kekurangan dan kelemahan saya ini”.
Menjadi imam tetaplah tujuan yang menjadi kerinduan saya. Sekalipun masih harus berjalan dengan segala suka-duka, tantangan dan kegembiraannya, keinginan itu tetap menggebu-gebu dalam hati. inilah yang menguatkan saya “emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai kuberikan kepadamu” (Kis 3:6).