Dari Gedung Santo Pius
Hingga tahun 1960-an, Paroki Hati Kudus Palembang merupakan paroki terbesar di Kota Palembang. Pastor Petrus van Gisbergen, SCJ dan kemudian Pastor Gerardus Koevoet, SCJ yang menjadi pastor Paroki Hati Kudus bercita-cita membuka sekolah khusus bagi anak-anak Tionghoa dengan bahasa pengantar Bahasa Tionghoa. Cita-cita itu sudah muncul sejak sebelum pecah Perang Dunia Kedua.
Pertama kali sekolah itu dibuka di kompleks sekolak Katolik di Talang Jawa (sekarang Jalan Kol. Atmo). Pastor van Gisbergen menjalin kontak dengan Mgr. Carlo van Melckebeke, Apostolic Visitor for Overseas Chinese. Atas nasihat Mgr. van Melckebeke dan dengan perantaraan internunsius Indonesia, Pastor van Gisbergen memperoleh bantuan keuangan dan subsidi untuk sekolah Tionghoa dari Propaganda Fide, lembaga Vatikan yang menangani karya misi di mana Gereja Katolik berkarya.
Gambar Mgr. Joseph Soudant, SCJ, Uskup Palembang dari tahun 1963-1996. Beliau yang meresmikan Paroki Santo Yoseph, Palembang
Dengan bantuan keuangan dari Propaganda Fide, Pastor Petrus van Gisbergen dapat membangun gedung baru untuk sekolah itu, dibangun dalam kompleks RS Charitas Palembang. Pada 25 April 1956 dimulai peletakan batu pertama untuk pembangunan gedung itu dan pada 8 April 1957 gedung itu telah rampung dan diresmikan Mgr. Mekkelholt, Vikaris Apostolik Palembang. Kemudian pada tahun 1959 pada bagian belakang gedung sekolah dibangun aula yang menjadi aula serba guna. Selain digunakan anak-anak sekolah untuk bermain, aula itu juga digunakan untuk aktivitas berbagai kelompok kategorial seperti PMKRI, Partai Katolik, Pemuda Katolik, Wanita Katolik, Paguyuban Guru Katolik (PGK), Legio Maria, Konggregasi Maria, dan lain-lain. Oleh karena itu, aula ini sempat memperoleh julukan “centre of actualization”. Setiap Hari Minggu, di aula itu diselenggarakan Misa Kudus.
Setiap Minggu diselenggarakan Misa Kudus, mulai pukul 07.00 yang diikuti sekitar 250 orang. Umat Katolik yang mengikuti Misa Kudus di situ adalah umat Paroki Hati Kudus yang tinggal di bagian utara Palembang. Pada tahun 1961 umat Paroki Hati Kudus di bagian utara Palembang yang paling jauh tinggal di Sekip Bendung, Km. 6, sekitar Jln. Kamboja, Jln. Pagaralam (sekarang Jln. May. Ruslan), Jln. Bangau, Lapangan Hatta, Lrg. Lingkis, dan Lrg. Lebak. Selain mengikuti Misa Kudus setiap Minggu, setiap Jum’at ada kegiatan pelajaran Agama yang dipimpin Pastor Johannes van Beek atau Pastor van Gisbergen. Petugas setia yang mempersiapkannya adalah Mateus Atmo Pawiro yang bertugas mengelola Gedung Santo Pius.
Persaudaraan di kalangan umat Katolik juga amat tinggi. Mereka saling mengenal secara pribadi hampir semua umat yang mengikuti Misa Kudus. Mereka berprofesi sebagai dokter, karyawan RS Charitas, para guru Xaverius, frater BHK, pegawai Pemda Sumatera Selatan, pegawai RS Umum Palembang, ABRI, para pedagang, pembantu rumah tangga, dan lain-lain dengan latar belakang etnis Tionghoa, Jawa, Flores, dan Batak.
Umat yang menggunakan Gedung Santo Pius merasa senang menggunakan gedung itu. Lebih-lebih pada perayaan Natal dan Paskah, umat saling berkunjung. Setiap Natal dan Paskah, di aula Gedung Santo Pius diselenggarakan pesta umat dengan menampilkan tonil (sandiwara panggung) dengan berbagai lakon, umumnya cerita tentang santo dan santa, kelahiran Yesus maupun sengsara Yesus. Pemainnya para pemuda Katolik, para guru, para frater, para pegawai Pemda, dan para perawat Charitas. Pada waktu itu Pemuda Katolik (PK) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sangat aktif dalam kegiatan keorganisasian dan menggereja.
Seiring dengan perkembangan jumlah umat di Paroki Hati Kudus, paroki ini kemudian dikembangkan menjadi dua stasi. Satu stasi tanpa gereja yaitu umat Katolik yang mengggunakan aula Santo Pius dan stasi yang lain yaitu stasi dengan gereja di Sungai Buah. Pastor Paroki Hati Kudus ketika itu adalah Pastor van Gisbergen yang dibantu Pastor van der Heyden dan Pastor Johannes van Beek. Pastor van der Heyden ditugaskan untuk melayani umat Katolik di dua stasi tersebut.
Stasi-stasi di Paroki Hati Kudus akan ditingkatkan statusnya menjadi paroki-paroki baru mengingat bertambahnya jumlah umat Katolik dan demi kepentingan reksa pastoral umat Katolik. Pada 21 Desember 1966, Superior Jendral SCJ, Pastor Joseph Antony de Palma, SCJ (menjabat Superior Jenderal SCJ dari tahun 1959-1967) menerbitkan surat keputusan untuk mendirikan rumah biara yang disebut Palembang V sebagai rumah cabang dari Paroki Hati Kudus (pada waktu itu disebut Palembang I). Sekaligus rumah cabang ini menjadi calon paroki baru (kuasi paroki) sebagai paroki kelima di Palembang.
Pada tahun 1965, Pastor Middeldorp dipercaya menangani reksa pastoral umat Katolik di kuasi paroki itu menggantikan Pastor van der Heyden yang diangkat sebagai pastor Paroki Fransiskus de Sales, Sei Buah, yang lebih dulu didirikan. Pada waktu itu Pastor Middeldorp melayani umat Katolik yang berjumlah sekitar 250 orang. Mgr. Joseph Soudant, Uskup Palembang, mengeluarkan ketetapan pendirian Paroki Santo Yoseph pada 15 Januari 1967. Pastor Middeldorp diangkat sebagai pastor paroki yang pertama.