Melalui Ekaristi Mari kita Menimba Kekuatan, Mengasihi Tanpa Batas Dan Pamrih

April 19, 2025
Melalui Ekaristi Mari kita Menimba Kekuatan, Mengasihi Tanpa Batas Dan Pamrih

Gereja mengawali Tri Hari Suci  untuk mengenang penderitaan, wafat dan kebangkitan Tuhan juga menghadirkan kembali perjamuan malam terakhir yang dilakukan Yesus bersama para rasul, Yesus mengurbankan Tubuh dan DarahNya sebagai ungkapan kasih yang total. Diawali dengan Perayaan Kamis Putih, 17 April 2025 pukul 17.00 Wib yang dipimpin oleh Uskup Agung Palembang, Yohanes Harun Yuwono didampingi oleh RD. Yohanes Agung Apriyanto.

Melalui homilinya Mgr. Yohanes Harun Yuwono mengatakan hari ini harus menjadi hari peringatan bagimu dan harus kamu rayakan sebagai hari raya bagi Tuhan turun temurun. Kita percaya bahwa dosa sebesar apapun sebagai bentuk kelemahan kemanusiaan kita tidak menghalangi Allah yang Maha Rahim untuk tetap mencintai manusia. Berbeda dengan kita yang ketika orang lain bersalah kepada kita kita sudah langsung menarik diri tidak mau bersahabat, bergaul, berteman dengan dia. Bagi Allah dosa sebesar apapun tidak mengurangi rasa cintanya kepada manusia yang adalah citranya sendiri.

Yesus Kristus Putra Allah justru karena keberdosaan kita datang ke dunia menebus, membersihkan, menjadi silih dosa-dosa kita melalui pemberian dirinya, tubuh dan darahnya. Dan untuk itu dia mengingatkan marilah kita rayakan turun temurun. Kasih Allah yang tanpa batas, tanpa pamrih yang memberikan jiwa raganya sendiri menjadi makanan dan minuman kita. Karena Dia menginginkan kita bagian tak terpisahkan dari diriNya dan mari kita memperlakukan Tuhan bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Melalui ekaristi, mari kita menimba kekuatan dari sang guru dan pemilik kehidupan sehingga hidup kita sesuai dengan hidupnya. Sesuai dengan Putra Allah sendiri yang mengasihi kita tanpa batas dan tanpa pamrih.

Semogalah ekaristi memperkuat cara pikir kita, cara hidup kita, sikap kita terhadap siapapun. Gereja katolik mengajarkan bahwa ketika roti dan anggur di konsekrir (disucikan) oleh imam dalam Ekaristi, keduanya, roti dan anggur itu bukan lagi roti dan anggur, tetapi menjadi tubuh dan darah Kristus. Realitas atau kenyataannya, yakni roti dan anggur mengalami perubahan, walaupun atribut atau tampilan lahirnya itu tidak berubah. Pengudusan atau konsekrasi roti dan anggur yang terpisah menghadirkan keterpisahan tubuh Yesus dari darahnya di atas kalvari.

Pemisahan itu menghadirkan wafat Kristus yang mengorbankan dirinya di atas altar salib. Tetapi Kristus yang wafat telah bangkit. Maka sekalipun tampilannya roti dan anggur itu tetap terpisah, tubuh dan darah Kristus kembali menjadi satu. Maka ketika kita menerima salah satunya, kita menerima yang lainnya juga, inilah yang disebut secara bersamaan, kendati kita menerima salah satunya, kita menerima keduanya secara lengkap. Jadi baik kita menerima hosti tubuh Kristus ataupun anggur darah Kristus, kita menerima Kristus sepenuhnya. 

Kristus yang benar-benar dan sungguh-sungguh Tuhan dan penebus kita hadir secara transubstansial melampaui apa yang lahirnya yang kita terima dalam Ekaristi. Dia sungguh hadir secara fisik seperti kehadirannya secara lahirnya di Yudea 2000 tahun yang lalu. Karena kebangkitannya, dia hadir secara baru. Dalam pengertian ini, Ekaristi bukan perjamuan kanibalis, orang makan daging manusia melainkan perjamuan, perjumpaan atau persekutuan antara manusia dengan Tuhannya. Tuhan yang tidak tampak itu adalah Tuhan yang hidup. Dia yang hidup karena kasihnya, hadir sepenuh jiwa raganya kepada kita. 

Kristus Yesus yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraannya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Melainkan telah mengosongkan dirinya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia dan dalam keadaan sebagai manusia yang telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib. Betapa luar biasa rendah hatinya penebus kita. Berbeda dengan manusia yang sibuk mempertahankan nama baik, mempertahankan kekayaan, mempertahankan milik, mempertahankan martabat. Kristus justru menanggalkan seluruh kekayaan yang dimilikinya untuk menjangkau manusia yang berada dalam lembah kegelapan, kekelaman. Kristus tidak lagi memanggil kita hamba. Dia telah menjadikan kita sebagai sahabat-sahabatnya. Dia yang telah mengangkat kita setara, sederajat dan semartabat dengan dirinya.

Dia telah memberikan contoh nyata bagaimana mengasih manusia sepenuh jiwaraganya. Dia adalah sahabat kita yang telah rela mengorbankan hidupnya bagi kita. Ekaristi adalah tindakan pengorbanan dari sahabat kita yang adalah imam agung kita, yang kendati berkorban hanya sekali, namun ternyata terus menerus sampai selama-lamanya. Kita bahkan bukan hanya disebut sebagai sahabatnya, melainkan saudara dan saudarinya.  Kita saudara dan saudari Kristus yang tak terpisahkan dengan hidupnya karena ikatan tubuh dan darahnya yang mulia.

Dalam perjamuan malam terakhir, Yesus mengatakan, perbuatlah ini sebagai kenangan akan daku. Itu adalah permintaannya kepada kita, kepada para rasul, untuk menghadirkan dirinya. Ia menetapkan Ekaristi sebagai kenangan akan kematian dan kebangkitannya dengan menugaskan rasul-rasulnya, waktu itu Ia tahbiskan sebagai imam-imam untuk merayakan sampai Ia datang, Allah tidak malu untuk hadir menemui manusia.

Tuhan Yesus dalam keAllahanNya ingin tetap mencintai dan memeluk kemanusiaan, kerapuhan kita semua. Ia hadir melalui kata-kata imam yang mengkonsekrir roti dan anggur menjadi tubuh dan darahnya. Dengan Ekaristi kita menyantap tubuh dan darah Kristus, Kristus sendiri seluruhnya menjadi santapan kita, merasuk dalam jiwa raga kita, meresap dalam tubuh, mengalir dalam nadi dan saraf-saraf kita, dalam sum-sum tulang belulang kita. Dia datang agar kita mempunyai hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan dengan merayakan Ekaristi dan karena dihidupi oleh rezeki rohani, kita seharusnya memiliki roh Kristus dalam hidup, roh sukacita, damai sejahtera, tidak ada permusuhan dan tidak ada saingan. Yang ada adalah keharmonisan, kasih tanpa pamrih, tanpa pilih kasih melalui Ekaristi sangat nyata bahwa Allah mengasihi manusia, siapapun dan apapun latar belakangnya.

Karena roti itu satu, maka kita sekalipun banyak adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu. Spirit dan semangat Ekaristi adalah menyatukan dengan meretas segala sekat yang memisahkan manusia dari sesamanya. Dalam kekatolikan, makanan bukan memisahkan manusia, melainkan menyatukan, bahkan menyatukan manusia dengan TuhanNya. Mari kita penuh hormat, menyantap tubuh dan darah Kristus. Mari kita penuh kerahiman, mengasihi sesama saudara dan saudari kita.

Dalam kesempatan ini Mgr. Yohanes Harun Yuwono juga melakukan  pembasuhan dan mencium kaki 12 wakil umat untuk mengenang kembali apa yang dahulu pernah dilakukan Yesus terhadap para rasul untuk menunjukkan semangat pelayanan kasih Kristus. Perayaan Kamis Putih diakhiri dengan perarakan Sakramen Mahakudus dari Gereja Santo Yoseph Palembang menuju Kapel Santa Faustina untuk ditahtakan, kemudian dilanjutkan dengan Tuguran/Adorasi Sakramen Mahakudus, mengenang kembali saat para rasul berjaga-jaga bersama Yesus di taman Getsemani sebelum Yesus ditangkap.

Leave a Reply


4 + 4 =